Perkembangan politik di Aceh semakin memanas, isu-isu �Sibak Rukok Teuk Ka Merdeka� (Sebatang rokok lagi akan Merdeka) juga semakin �menggoda� ditelinga masyarakat dipedesaan.
Apalagi setelah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Gubernur Aceh mengesahkan Qanun Aceh tentang Lambang dan Bendera Aceh yang sangat mirip dengan Lambang dan Bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dimasa silam.
Sebagian pemuda-pemuda desa bergegas dan begitu semangat mengarakkan bendera Bulan Bintang di jalan raya. Pertanda bahwa kini Aceh telah merdeka seutuhnya.
Di dalam keramaian pemuda-pemuda desa itu, ada juga yang melontarkan kata-kata �Jinoe hana suwah tapeu-ek lee bendera �Awaknyan�, saweub kana bendera indatu droe teuh nyang ka sah untuk jeut tapeu-ek di bumoe Aceh nyoe (Sekarang tidak usah lagi menaikkan bendera �Awaknyan� itu, karena sudah ada bendera indatu sendiri yang sudah sah untuk menaikkan di bumi Aceh ini).
Ternyata pengesahan Qanun Bendera oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) serta disetujui oleh Gubernur Aceh tentang Qanun tersebut telah merubah keadaan politik di Aceh semakin rumit dan gentayangan.
Benih-benih kebencian pun mulai nampak dan timbul kembali di kalangan masyarakat awam pedesaan, seolah-olah pemerintah pusat telah melanggar MoU Helsinki. Semua ini akibat adanya transformasi pemikiran yang oleh kalangan tertentu untuk mempengaruhi dan meraup dukungan dari kalangan masyarakat yang �sedikit� kurang faham dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Kenapa Harus Mirip Bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM)?
Perjanjian Helsinki bertujuan untuk menghentikan pertikaian guna tercapai suatu kedamaian di Aceh. Konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia. Telah menyebabkan rusaknya berbagai sendi kehidupan masyarakat yang tinggal di tanah banyak raja ini.
Dalam perjanjian damai yang telah disepakati kedua belah pihak, sepakat untuk menghentikan pertikaian bersenjata dan menerima otonomi khusus dalam payung UUPA, dan disana juga tersebut kan, bahwa bahwa GAM juga terbatasi dengan tidak boleh lagi menggunakan segala atribut militer GAM setelah penandatanganan MoU Helsinki. Gam sepakat dengan isi perjanjian itu, begitu pula dengan pemerintah Indonesia.
Perjanjian itu sepertinya telah � menandakan bahwa tidak ada celah dan alasan-alasan bagi Pemerintah Aceh dan DPRA untuk membuat Lambang dan Bendera Aceh yang mirip dengan Lambang dan Bendera GAM.
Namun yang terjadi pemerintah Aceh dan DPRA justru masih mencari celah agar bendera kebanggaan itu tetap disodorkan, sehingga berakibat terjadinya kebingungan di kalangan masyarakat.
Melihat kondisi itu, menurut hemat saya, sudah seharusnya pemerintah Aceh dan DPR Aceh harus merujuk kembali pada aturan dalam Islam yang mengatur dan menjelaskan tentang tata cara perdamaian. Sehingga tidak melenceng terlalu jauh dari tata cara perjanjian yang telah diatur dalam Islam.
Langkah-langkah politik yang sedang dijalankan oleh Pemerintah Aceh dan DPRA sangat rawan dan melahirkan kebingungan dikalangan masyarakat.
Dikhawatirkan karena kebingungan yang berlebihan akan tersisa sedikit saja waktu yang dimiliki masyarakat untuk menikmati damai.
Opsi Referendum Menodai MoU Helsinki
Untuk menyelesaikan kisruh terkait pengesahan Qanun Lambang dan Bendera Aceh, seperti yang diwacanakan oleh Direktur YARA Safaruddin,SH harus melakukan referendum untuk memberikan pilihan dan keinginan rakyat Aceh (Sabtu, 30 Maret; Serambi Indonesia), saya kira wacana ini sangatlah tidak tepat.
Jikapun dibuat referendum terkait Qanun tersebut, maka tidak akan terjamin bahwa referendum itu murni dari kehendak dan keinginan rakyat Aceh.
Wacana yang dilontarkan oleh Safaruddin adalah sama saja dengan menambah resep agar masyarakat bertambah bingung. Sangat disayangkan jika regulasi politik tidak sehat ini melibatkan rakyat Aceh untuk kepentingan sekelompok orang. Kapan rakyat Aceh bisa hidup tenang dan menikmati perdamaian ini?
Sumber : http://www.acehbaru.com/sibak-rukok-teuk-makin-menggoda-damai-aceh
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi Developers Blogger. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.