LifeStyle
Home » , » Bohong! Jika Aceh Bisa Makmur Adil dan Sejahtera Karena ada MOU Helsinki

Bohong! Jika Aceh Bisa Makmur Adil dan Sejahtera Karena ada MOU Helsinki

Sabtu, 12 Oktober 2013 00.38 WIB

BOHONG !!! Jika Aceh Bisa Makmur Adil Dan Sejahtra Karena Ada MoU Helsinki, Partai-Partai Dan Dalam NKRI.

Dalam Tatanan sebuah negara memang telah disepakati bersama berbagai urusan dalam negeri baik dari segi perekonomian rakyat, pendidikan, kesehatan, pembangunaan dan pemberdayaan hasil bumi dan pemberdayaan manusia, tapi pemerintah tidak pernah mengalokasikan hal-hal tersebut langsung ketempat pokok, hanya melalui pusat dan kabupaten saja, hal ini cenderung dilakukan kepada pihak-pihak tertentu yang lebih menghasilkan keuntungan untuk pribadi dan kelompok, contohnya ialah investor luar dan para tengkulak (Penadah) baik dari dalam dan luar negeri.

Hasilnya ialah hasil bumi rakyat jelata seperti padi beras gula dan beberapa bahan pokok itu tidak dirasakan oleh rakyat petani dan pekerja seperti yang terjual semana mestinya oleh investor Asing membayarnya kepada negara. jika hasil bumi ini dikembalikan lagi kepada petani dan pekerja sebagaimana mestinya terjual dengan harga yang normal maka sudah pasti rakyat jelata dapat merasakan hasil yang memuaskan untuk kebutuhan sehari dan masa depan anak-anaknya.

Aceh adalah profinsi yang kaya raya hasil buminya di Indonesia bahkan se Asia, pada tahun 1956 Aceh pernah diberikan satu daerah yang berpotensi membangun pulau sumatra oleh Robert Divacktronert pada saat pembuatan mesin penyedotan GAS dan Minyak mentah di Arun Lhoukseumawe. dia mengatakan hasil Gas tersebut bisa membiayai seluruh manusia disumatra dengan gratis tanpa perlu bekerja keras. tapi hal tersebut di rahasiakan pihak indonesia kepada rakyat Aceh dan tidak diberikan hak khusus otonomi sama sekali hingga terjadi pemberontakan rakyat Aceh GPK disaat Suharto menjadi pemimpin, GPK yang dituduhkan Suharto kepada rakyat Aceh sangat tidak wajar,karena perlawanan rakyat Aceh saat itu ialah hanya menginginkan pembangunan dan pendidikan yang layak didapat dari hasil bumi Aceh dengan Gratis seperti yang dijanjikan Robert. 

Hingga Suharto membawa para pekerja asal Jawa ke Aceh untuk dipekerjakan diperusahaan Gas tersebut dengan alasan transmigrasi tanpa memberikan pekerjaan kepada pemuda pribumi Aceh dengan alasan GPK. Robert menghilang pada tahun 1962 dan dirahasiakan kinerjanya oleh Indonesia kepada rakyat Aceh walaupun Perusahaan Gas ini sudah berjalan, dengan alasan Suharto mengurus sendiri perusahaan tersebut tanpa bantuan Pihak luar, tapi saat kapal minyak Amerika sampai di lhoukseumawe maka ketahuanlah segala tipu daya Suharto.

Gerakan demi gerakan yang di lancarkan rakyat Aceh demi menuntut keadilan dan pembangunan yang hak dimiliki rakyat Aceh tidak memenuhi hasil, Hingga Suharto memerintahkan seluruh pasukan TNI gabungan untuk memusnahkan seluruh pemberontak hidup atau mati tanpa keputusan rapat DPR/MPR. banyak sekali terdapat korban dari rakyat Aceh dalam insiden tersebut bahkan yang tidak tahu menahupun dijadikan umpan untuk menangkap GPK tersebut.

Rakyat Aceh merasa sangat didzalimi oleh Indonesia, sampai persatuan rakyat Aceh bersatu dalam satu pembentukan perlawanan yang sangat besar kuat dan profesional dalam berperang gerilya. Gerakan ini dinamakan ASNLF/AM/GAM dibentuk dengan mantan barisan-barisan dari DI/TII. Dibentuknya gerakan ini hanya untuk keamanan rakyat Aceh dari rezim suharto dan perlawanan terhadap geganasan TNI.

Hampir puluhan tahun Gerakan ASNLF/AM/GAM tidak menemui hasil seperti yang di inginkan rakyat Aceh, Tuntutan rakyat Aceh malah dikubur hidup-hidup oleh TNI tanpa pikir-pikir panjang dilanjutkan kembali oleh Megawati setelah Suharto dijatuhkan dari jabatannya, hampir 20 Ribu sampai 30 Ribu rakyat sipil Aceh menjadi korban keganasanan TNI dengan nama Daerah Operasi Militer, Hingga musibah tsunami yang masih kontraversi kerekayasaannya itu tiba dan jedalah pertempuran TNI terhadap rakyat Aceh.

Susilo B Yudhoyono Sby selaku presiden terpilih pada pemilu 2004 pernah menyuruh ASNLF/AM/GAM untuk menyerah dan kembali menjadi rakyat sipil, tapi ditolak mentah-mentah oleh Panglima Militer ASNLF/AM/GAM tersebut dengan balasan "sekarang bukan masalah hasil bumi dan hukum yang kami tuntut tetapi nyawa 30 Ribu Rakyat Islam Aceh yang dibunuh TNI harus dibayar dengan nyawa juga atau Aceh Merdeka" pungkasnya.

Sby tidak punya akal lagi untuk merangkul pihak ASNLF/AM/GAM hingga memanggil Hamid Awaludin untuk membujuk Malek Mahmud selaku PM-GAM saat itu untuk Berunding Damai di Fillandia Helsinki. Hasil dari Runding tersebut ialah MOU helsinki dengan nota sepaham dalam perjanjian-perjanjian diantara lain Otonomi khusus gratis pendidikan, Otonomi Khusus gratis kesehatan, Otonomi Khusus pembangunan dan pembiayaan keluarga korban pembunuhan hingga menyeluruh, dana ini diambil dari 70% Otonomi Khusus Pendapatan Hasil Bumi Aceh kira-kira 32 triliyun perbulannya.

Apa yang terjadi setelah 8 tahun damai MOU helsinki, Tidak satupun dari janji-janji tersebut didapatkan rakyat Aceh hanya partai-partai saja yang dibentuk dengan dana pendapatan dari hasil bumi tersebut dan berbentuk satu pemerintahan lokal yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Aceh DPRA, akan tetapi DPRA tersebut tidak mampu sama sekali menuntut semua tuntutan rakyat Aceh kepada Indonesia, yang ada hanya diundur-undurkan tanpa ada kejelasan sama sekali.

Lagi-lagi rakyat Aceh tertipu bujuk rayu Indonesia dan kaki tangannya di Aceh sampai saat ini tidak satupun menemui hasil seperti yang tertulis dalam perjanjian MOU hesinki, sungguh satu tipuan yang sangat besar dan keji yang dilakukan Indonesia dan kaki tangannya di Aceh, Tidak akan pernah dan sangat mustahil rakyat Aceh akan Makmur sejahtra adil sentausa dengan partai-partainya didalam bingkai NKRI karena FAKTA Membuktikan sudah 68 tahun dan 8 tahun MOU helsinki tidak satupun ada perubahan kepada Bangsa Aceh seperti dijaman masa kejayaan Sultan Iskandar Muda dulu.

Keadilan yang selama ini dituntut masyarakat Aceh nampaknya hanya tinggal harapan belaka. Buktinya hingga kini yang menikmati sebagian besar sumber daya Aceh tetaplah korporasi asing. Bahkan, keadilan HAM yang selama ini dikampanyekan di seluruh penjuru dunia ternyata tidak berlaku bagi masyarakat Aceh.

Bumi Aceh yang telah menjadi saksi bisu ladang pembantaian keji aparat militer, hingga kini tidak mampu berbuat apa-apa. Masyarakat pun dibuat menunggu dalam ketidak pastian, menanti itikat baik dari pemerintah.

Demikianlah, hasil bumi Aceh yang berakhir dengan kasus HAM Aceh telah menorehkan tinta buruk di negeri ini. Semoga kasus yang serupa tidak akan pernah lagi terjadi. Dimana yang diharapkan di negeri ini, khususnya oleh masyarakat Aceh adalah rasa keamanan serta tegaknya masalah HAM di Internasional dan Kemakmuran yang adil dan beradabkan Islam Kaffah

Share this post :

Isi Komentar Anda

Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi Developers Blogger. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

0 Comments
Comments